![]() |
Proyek pembangunan Jalan Kuta Binjei – Alue Ie Mirah yang menelan anggaran lebih dari Rp 7,9 miliar diduga dikerjakan asal jadi. | Foto: Dedy |
Suaradiksi.com. Aceh Timur - Dua proyek pengaspalan jalan di Kabupaten Aceh Timur menjadi sorotan menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Aceh yang mencatat adanya kekurangan volume dan spesifikasi teknis tidak sesuai yang menyebabkan kerugian daerah mencapai lebih dari Rp3,1 miliar.
Proyek pertama adalah pekerjaan pengaspalan Jalan Kuta Binjei-Alue le Mirah (Nomor Ruas 20-016) sepanjang 3,08 kilometer yang dilaksanakan oleh CV PR.
Berdasarkan Kontrak Nomor 02/SP/BM-DBH/PUPR-AT/VII/2024 tanggal 3 Juli 2024, proyek ini bernilai Rp9,35 miliar dan dijadwalkan selesai dalam 176 hari kalender, yakni sejak 9 Juli hingga 31 Desember 2024.
Meski telah dinyatakan selesai dan diserahterimakan pada 16 Desember 2024, hasil pemeriksaan fisik secara uji petik oleh BPK pada 22 Februari 2025 mengungkapkan adanya kekurangan volume serta ketidaksesuaian dengan spesifikasi teknis pekerjaan. Akibatnya, BPK menghitung kerugian daerah mencapai Rp1,82 miliar.
Komponen kerugian terbesar berasal dari pekerjaan Beton Struktur FC 20 Mpa. Dalam kontrak, harga satuannya dibayar sebesar Rp2.813.180. Namun setelah dilakukan koreksi oleh BPK, nilai kewajaran hanya sebesar Rp811.602.
Beton Struktur FC 20 Mpa sendiri adalah jenis beton bertulang yang digunakan untuk konstruksi struktural seperti pondasi, plat lantai, atau balok jalan, dengan kuat tekan karakteristik minimal 20 Megapascal (Mpa) setelah 28 hari pengerasan. Jenis ini sering dipakai untuk proyek-proyek infrastruktur jalan yang memerlukan daya tahan tinggi terhadap beban lalu lintas. Sayangnya, dalam dua proyek ini, BPK menemukan harga satuan yang bengkak tanpa didukung spesifikasi teknis yang sesuai.
Proyek kedua yang juga berada di ruas yang sama namun dengan spesifikasi 1,55 kilometer, dilaksanakan oleh CV AWG dengan nilai kontrak sebesar Rp7,95 miliar berdasarkan Kontrak Nomor 01/SP/BM-DBH/PUPR-AT/VII/2024 tanggal 3 Juli 2024. Hingga Januari 2025, proyek ini baru dibayarkan sebesar Rp2,38 miliar atau 30 persen dari total kontrak.
Namun, saat dilakukan pemeriksaan fisik secara uji petik pada 27 Februari 2025, kembali ditemukan kekurangan volume dan mutu pekerjaan tidak sesuai spesifikasi. Kerugian daerah ditaksir sebesar Rp1,27 miliar. Lagi-lagi, kerugian paling signifikan berasal dari pekerjaan Beton Struktur FC 20 Mpa yang dibayar dengan harga satuan Rp2.813.180, padahal setelah koreksi BPK seharusnya hanya Rp349.935.
Dengan demikian, total potensi kerugian daerah dari dua proyek tersebut mencapai Rp3,1 miliar lebih.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Aceh Timur menyatakan sependapat atas temuan BPK dan akan melakukan penyetoran kelebihan pembayaran kelebihan pembayaran tersebut ke kas daerah.
Sumber : Beritakini co