Iklan

Diskusi Fisipol Universitas Malikussaleh, Demokrasi di Persimpangan: Menakar Plus Minus Sistem Pemilihan

Redaksi
20 Desember 2024
Last Updated 2024-12-20T14:59:38Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
Fisipol) Universitas Malikussaleh menggelar diskusi bertajuk “Pilkada: Dipilih Legislatif atau Langsung oleh Rakyat?” pada Jumat 20 Desember 2024.


Suaradiksi.com. Lhokseumawe – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Malikussaleh menggelar diskusi bertajuk “Pilkada: Dipilih Legislatif atau Langsung oleh Rakyat?” pada Jumat 20 Desember 2024.


Diskusi ini diadakan di Aula Kampus Fisipol dan dipandu oleh Kamaruddin Hasan. Para dosen lintas disiplin ilmu di Universitas Malikussaleh turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.


Dekan Fisipol, Teuku Zulkarnaen, SE., MM., PhD., dalam sambutannya menyebutkan bahwa isu pemilihan kepala daerah selalu menjadi topik yang menarik.


“Dinamika terkait prosedur pemilihan, money politics, dan regulasi hukum selalu menjadi sorotan dalam setiap pemilu kepala daerah. Oleh karena itu, diskusi ini diharapkan dapat melahirkan gagasan konstruktif untuk sistem pemilihan yang ideal di masa depan,” ujarnya.


Beberapa poin yang menjadi fokus diskusi meliputi:


Kedaulatan dan Partisipasi Rakyat

Diskusi menyoroti pentingnya keterlibatan rakyat dalam demokrasi dan potensi kehilangan hak jika pemilihan dilakukan melalui legislatif.


Legitimasi Politik dan Kepercayaan Rakyat

Beberapa peserta menyatakan bahwa legislatif mewakili partai politik, bukan rakyat secara langsung, sehingga pemilihan melalui legislatif dikhawatirkan tidak mencerminkan aspirasi rakyat.


Biaya dan Efisiensi Pemilu

Ada pandangan bahwa pemilihan langsung oleh legislatif dapat memangkas anggaran besar yang dibutuhkan dalam pilkada langsung.


Risiko Polarisasi dan Konflik Sosial

Pemilihan langsung sering kali memunculkan potensi kampanye hitam, hoaks, hingga konflik sosial yang dapat memengaruhi stabilitas.


Dr. Alfian, salah satu fasilitator, menyoroti pentingnya mempertimbangkan calon independen. “Jika kepala daerah dipilih oleh legislatif, maka sulit mengakomodasi calon independen karena legislatif didominasi partai politik,” ungkapnya.


Namun, ada juga peserta yang mendukung pemilihan melalui legislatif dengan alasan efisiensi anggaran. “Dana besar yang dihabiskan untuk pilkada langsung bisa digunakan untuk kebutuhan pembangunan lainnya,” ujar salah seorang peserta.


Mengakhiri diskusi, Dekan Teuku Zulkarnaen menegaskan pentingnya evaluasi sistem pemilihan kepala daerah. “Apapun model yang diadopsi nanti, harus mempertimbangkan aspek risiko, ekonomi, dan sosial. Namun, demokrasi tetap harus berjalan tanpa menghilangkan semangat rakyat dalam memilih,” tutupnya.


Acara tersebut diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran akademis dalam menentukan sistem pemilihan kepala daerah yang lebih efektif dan demokratis di masa depan. (Ril)


iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl