![]() |
Kalapas Kelas IIA Lhokseumawe Wahyu Prasetyo meninjau lokasi pembuatan opak singkong dalam program kemandirian warga binaan |
Suaradiksi.com. Lhokseumawe — Aroma khas singkong yang digoreng renyah tercium dari balik ruang Bimbingan Kerja (Bimker) Lapas Kelas IIA Lhokseumawe. Di sana, tangan-tangan terampil milik para Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) tengah sibuk mencetak dan memanggang opak singkong, sebuah produk camilan tradisional yang kini menjadi simbol pembinaan kemandirian di balik tembok tinggi lembaga pemasyarakatan.
Hari itu, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Lhokseumawe, Wahyu Prasetyo, didampingi Kepala Seksi Bimbingan Narapidana dan Anak Didik (Kasi Binadik) serta Kepala Sub Seksi Sarana Kerja (Kasubsi Sarana Kerja), meninjau langsung proses produksi opak tersebut.
Kegiatan ini bukan sekadar kunjungan seremonial, tetapi wujud nyata dukungan terhadap akselerasi program pembinaan kemandirian yang digaungkan oleh Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan serta Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Dalam suasana yang hangat, Kalapas berbincang dengan para WBP dan menyaksikan sendiri bagaimana singkong disulap menjadi opak siap jual. Ia menyampaikan rasa bangganya atas semangat dan keterampilan yang ditunjukkan oleh para binaan.
“Ini bukan sekadar pelatihan kerja. Ini adalah proses transformasi—bagaimana seseorang yang sedang menjalani masa hukuman bisa membangun masa depan lewat tangan dan keterampilannya sendiri,” ujar Wahyu Prasetyo.
Produksi opak singkong ini bukanlah hal yang sederhana. Di balik renyahnya camilan tersebut, tersimpan proses panjang pembinaan, mulai dari pelatihan dasar, pengenalan teknik pengolahan pangan, hingga pemahaman akan nilai ekonomi dan pasar. Produk ini kini menjadi salah satu unggulan program kemandirian Lapas Lhokseumawe.
Menurut Kasi Binadik Syamsul Bahri, pelatihan seperti ini dirancang agar para WBP tidak hanya sibuk secara fisik, tetapi juga produktif secara ekonomi dan mental. “Kami ingin mereka keluar nanti dengan kepercayaan diri dan keterampilan. Minimal mereka tahu bahwa mereka punya sesuatu untuk ditawarkan kepada masyarakat,” ujarnya.
Senada, Kasubsi Sarana Kerja Muhammad Isa menambahkan bahwa pihak lapas tengah menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk UMKM lokal dan platform daring, untuk memasarkan hasil produksi para WBP ke masyarakat luas.
“Produk ini akan kami bawa ke ajang pameran UMKM binaan Pemasyarakatan dan juga kita pasarkan lewat media sosial. Harapannya, mereka punya semangat baru dan melihat bahwa hasil kerja mereka dihargai,” jelasnya.
Program opak singkong ini menjadi gambaran nyata bahwa pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan tidak lagi terpaku pada model lama. Kini, lapas menjadi ruang transformatif, tempat di mana keterampilan dibentuk, karakter dibina, dan harapan dibangkitkan.
Dari balik jeruji, tangan-tangan WBP mencetak bukan hanya opak, tapi juga masa depan yang lebih baik.